Sabtu, 27 Desember 2008

Ilmiah dan Kursi Allah

Dear Bloggers,


Ilmiah, sebuah kata yg kerap enteng diucapkan, namun definisinya bias. Baiklah, untuk tidak melenceng lebih jauh, kita definisikan saja dahulu. Ilmiah, bukan sebuah teori, bukan juga sebuah metode. Metode ilmiah, yg mempunyai proses urutan observasi – analisa dan data – hypotesa – percobaan – kesimpulan, hanyalah sebuah metode atau cara membuktikan sebuah teori. Apapun itu, jika melalui metode ilmiah hanya dinamakan teori, bukan ilmu.


Ilmu bukan milik kita, ilmu adalah milik hukum alam. Hingga definisi ilmiah bukan berarti melalui metode ilmiah, melainkan sesuai dengan hukum yg berlaku pada alam, mekanisme alam fisika, kimia dan matematis. Fisika sendiri bukanlah ilmu, melainkan bacaan tentang ilmu. Demikian juga dengan kimia, matematika, atau biologi, kesemuanya hanyalah bacaan tentang ilmu. Ilmu itu sendiri adalah hukum dan ketetapan yg telah dibuat oleh sistem yg bekerja pada alam. Benda2 alam sebagai hardware, ilmu sebagai softwarenya.


Penelitian ilmiah adalah sebuah kajian tentang mekanisme alam tertentu pada sub-subnya. Hingga sebuah kalimat atau statemen atau teori, dikatakan ilmiah bukan lantaran telah lulus urutan tahapan metode ilmiah tadi, melainkan kalimat tersebut “sesuai dengan sistem dan mekanisme yg bekerja pada alam”. Saya simpulkan ilmiah adalah sesuai dengan ilmu. Sesuai dengan software alam semesta.


Ilmu Pertanian milik mekanisme alam. Para petani hanya membaca kapan saat membajak, kapan harus menanam, berapa banyak air dan pupuk. Adalah software yg bekerja menumbuhkan bibit gabah menjadi bulir2 padi. Adalah ilmu yg bertani menumbuhkan sekian ratus bulir padi pada setiap gantangnya. Petani dan mahasiswa atau doktor pertanian hanya membaca mekanisme alam itu sendiri dan melakukan tindakan tertentu guna mendapatkan mekanisme yg lebih menguntungkan.


Setelah kita mengerti ilmu, harusnya segalanya mengacu kepada hal itu, ilmiah. Artinya sesuai dengan ketetapan dan hukum mekanisme yg bekerja pada alam, tidak lagi parsial, tradisi-onal, atau kondisional. Demikian bicara ilmu yg ada pada alam, ilmu eksakta. Ilmiah adalah sebuah ultimatum.


Begitu bicara soal sosial, ilmu kemanusiaan, hubungan antara manusia, hubungan antara budaya, delik benturan etika dan norma budaya, semuanya menjadi seperti lain. Hilang sudah ultimatum, seakan pilihan terbuka bebas. Segalanya serba marginal, tak ada yg absolut. Sepertinya tak ada sesuatu pun yg bisa dijadikan patokan universal. Semua terliat parsial dan tradisi-onal.


Didepan mata, tak ada satupun ilmu sosial yg sifatnya sesuai ilmu tatanan alam. Tak ada yg ilmiah. Semuanya terlihat sesuai tradisi. Tradisi sana dan tradisi sini. Aturan-etika-norma sana dan sini. Dari Aristoteles dan Plato, yg menyatakan manusia adalah mahluk materialis, hingga ilmu psikoanalisa modernnya Freud yg menyatakan manusia adalah mahluk libido, semuanya tak ada yg pasti.


Tidak semua kaidah kebaikan disuatu tempat – menjadi kaidah kebaikan juga ditempat lain. Perjudian di Las Vegas, yg menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi negara bagian, adalah perbuatan nista yg mendapat sangsi hukum di Indonesia.


Kemudian manusia pun berusaha saling berbagi, berkompromi, bermusyawarah untuk membuat sebuah konsensus, aturan yg menjadi kesepakatan bersama guna mengakomodir kepentingan bersama. Dan kelihatannya ini baik. Tapi, tahukah anda bahwa aturan dan kesepakatan itu hanya akan ditentukan oleh suara terbanyak ?! Atau bisa juga dengan suaru terkuat ?! (kekuatan finansial dan materialisme), sedangkan suara terkuat atau suara terbanyak belum tentu ilmiah, belum tentu sesuai dengan tatanan dan mekanisme alam.


Apa hubungannya ilmu sosial dengan ilmu alam ? Tentu saja berhubungan. Bukan saja berhubungan, jika kita sepakat bahwa alam ini tunduk pada satu mekanisme, maka tentunya hanya ada satu mekanisme, hanya ada satu sistem, hanya ada satu software, satu ilmu. Tidaklah mungkin ada sistem diluar sistem. Setiap sel pada tubuh kita tunduk pada sitem yg satu. Cancer (kanker) adalah contoh sel yg bekerja diluar sistem.


Demikian juga ilmu tentang manusia dan penataan manusia. Ada sistem yg absolut. Sebuah sistem yg tidak melawan hukum alam. Sebuah sistem yg bentuknya adalah tatanan untuk manusia. Jika manusia tidak diatur dengan sitem itu, hanya akan ada sistem dan tatanan tradisi orang, sistem tradisi-onal. Jika anda tidak sepakat akan adanya sistem ilmiah yg universal dan setuju kepada sistem tradisi-onal yg parsial, maka banyak pertanyaan mendasar yg mesti anda jawab ulang. Bukankah Pencipta membuat hardware tidak lupa dengan softwarenya? Bukankah bumi sebagai hardware ciptaanNYA mentaati mekanisme softwareciptaanNYA? Mengapa untuk urusan manusia anda anggap Pencipta lupa membuat softwarenya? Mengapa hardware merancang softwarenya sendir?


Jika kita percaya software pada benda2 langit di alam semesta ini bekerja dengan baik dan setimbang, harusnya kita percaya bahwa software itu layak bekerja pada kita dan manusia lainnya. Dan harusnya kita berfikir bahwa kita sebagai hardware, tidaklah sepantasnya mebuat dan merancang software sendiri, tatanan sendiri, sekehendak kita sendiri. Karena jika demikian, kita sama saja dengan hardware yg bekerja diluar sistem makro, tak ubahnya sel2 cancer yg bermutasi tak terkendali yg bekerja diluar kontrol sistem tubuh.


Tidaklah mungkin manusia diciptakan untuk hidup semaunya dan merugikan manusia lain. Pencipta alam dan manusia pasti tidak menginginkan itu. Pencipta alam dan manusia pasti juga tidak akan hilaf untuk membuat softwarenya, agar bumi dan planet2 tidak saling bertabrakan dalam orbitnya untuk benda2 langit, sedangkan untuk manusia adalah hukum dan ketetapan dari NYA sebagai instrumen pengatur hubungan antara manusia dengan manusia lainnya.


Sayangnya, banyak yg menyadari, tapi tetap mengingkari, bahwa hidup kita harus ilmiah, harus diatur oleh sistem dan tatanan yg baku. Rasanya, Pencipta hanya perlu diingat, dipercaya, dan disembah. Padahal bukan penyembahan yg DIA inginkan, melainkan pengabdian. Bentuknya adalah ketaatan kepada operating sistem yg ditetapkannya. Seperti pengabdian laut yg selalu bergelombang, tunduk patuh pada hukum angin. Seperti juga pengabdian angin yg selalu bergerak dari tempat yg bertekanan tinggi ke tekanan yg rendah.


Ilmu Allah, adalah sebuah software mutlak yg bekerja, berlaku pada seluruh ciptaanNya. Inilah yg dimaksud dengan “kursi”Nya atau wewenangnya meliputi seluruh jagad raya. Seluruh isi jagad raya, tunduk dan patuh kepadanya. Seluruh benda2 langit di alam semesta beribadah, mengabdi kepadanya, sesuai dengan hukum dan ketetapannya. Hanya manusia yg diberikan pilihan, karena manusia adalah mahluk luar biasa, extra ordinari, kholqon akhor (ciptaan yg terakhir), yg mempunyai kebebasan untuk Tau’an (taat) Wa Kar”an (menolak) hukum dan ketetapan yg telah dibuatNya.


Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.


Salam
aca

Tidak ada komentar: