Sabtu, 27 Desember 2008

makanan dari Langit

Bloggers,

Pingin sharing aja dikit tentang selera makan.

Selera makan saya gak ribet. Ikan suka, tahu-tempe suka, buah2an, juga kopi. Bumbu biasanya pedas, dan kurang suka manis. Itulah selera makanan saya untuk makanan yg ada atau datang dari bumi (egepe-red).

Selera makanan bumi, gak sama untuk setiap orang. Kesukaannya bermacam2. Rata2 untuk. sebuah daerah rada2 mirip. Orang Jawa sukanya agak manis2. Gudeg mendominasi. Orang padang rada2 pedas. Orang sunda banyak lalap daun2an. Sambelnya biasanya manteb banget.

Semakin jauh jaraknya, semakin beda selera dan cita rasanya.

Itu urusan makanan dari bumi. Urusan makanan dari langit, beda lagi. Gak bisa sesuai selera maupun daerah. Karena cuma ada satu macam saja, selera langit.

Kita memerlukan nutrisi dari langit. Disini saya gak bicara orang2 yg cuma butuh nutrisi bumi. Karena kita, semasih bergelar manusia, pasti butuh makanan dari langit. Jika anda tidak membutuhkan makanan langit, silahkan saja. Tapi dijamin bakal tu-la-lit pembahasan selanjutnya.

Ini bukan nasehat untuk berbuat kebaikan. Melainkan justru apa yg selama ini anda anggap baik akan saya pertanyakan.

Bloggers,

Memang ada juga orang yg gak butuh makanan dari langit. Butuhnya cuma PERUT (materialisme), BAWAH PERUT (sex), dan ATAS PERUT atau bahu (pangkat/jabatan/kedudukan/kebanggaan dan pengakuan orang). Tapi mohon maaf nich,, kwalifikasi manusia pengejar sukses pemenuhan 3 perut ini sama dengan kwalifikasi hewan.

Yang namanya binatang cuma butuh makanan bumi untuk mengisi 3 perutnya. Dia gak dikasih akal untuk diisi dengan makanan langit. Beberapa kawan polmaners sering bicara kalau wacana saya gak praktis, gak dibutuhkan dalam praktek kehidupan nyata. Ini bisa jadi benar, jika targetnya nutrisi 3 perut diatas.

Makanan langit, bukan untuk perut2 tsb.
Makanan langit adalah nutrisi akal-budi yg dibutuhkan dalam rangka menciptakan manusia agar menjadi manusia. Kalo gak ada makanan langit, maka manusia itu menjadi sama dengan binatang. Bukan derajatnya, tetapi ya semuanya. Sok, liat aja,.,. apa bedanya ??! Gak ada.

Cuman teknologi yg bedain ia dgn monyet. Bahkan untuk penilaian kebuasan dan keganasan, lebih buruk dari monyet.

Masalahnya, banyak yg menyangka hasil pemikiran para ilmuwan sosial dianggap makanan langit. Padahal bukan.

Makanan langit gak bisa didapat dari bumi.
Dari pemikir2 besar, Aristoteles, Plato, Socrates, sampai kepada Sigmund Freud, adalah mahluk2 bumi. Tidak bisa kita gunakan pemikiran dari bumi untuk mengisi akal-budi.

Pemikir diatas teorinya saling bertentangan satu sama lain. Hanya berlaku parsial terhadap satu daerah saja. Budaya, norma dan aturan setempat, selalu parsial-kondisional. Gak akan bisa berlaku mutlak diseluruh belahan bumi.

Tata aturan dan norma disuatu tempat, bisa sama sekali berbeda dan aneh untuk tempat lain. Seaneh kalau anda melihat orang Indonesia melakukan hobi dan budaya bule, pakai bikini berjemur dipantai. Apa yg dianggap baik dan menjadi norma kebajikan oleh sebuah komunitas, bisa jadi sesuatu yg buruk untuk komunitas lain.

Ada juga pemikir yg bukan humanis, yakni mereka2 yg mengklaim bersandar kepada Firman dan Wahyu, seperti Syeikh2, perawi atau pembuat cerita2 tentang Nabi, Imam2 (Syafei, Hambali, Maliki atau Hanafi). Ahli2 tafsir, dsb.

Para pemikir ini menyatakan dirinya ahli agama, ahli tafsir, seolah Kitab suci gak bisa dibaca orang tanpa terjemahan/tafsiran mereka. Ini benar2 jadi aneh. Tuhan seperti lupa, ngasih buku petunjuk manual tanpa ngasih buku terjemahannya.

Seperti halnya makanan bumi, mereka berselera sendiri2, tergantung dari daerahnya masing2. Makanan langit tidak seperti bumi, tidak pernah parsial.

Pemikir2 besar inipun saling bertentangan satu sama lain. Contohnya saja, menurut Syafei, batal wudhu seseorang jika bersentuhan dgn wanita yg bukan muhrim, sedang menurut pemikiran Hambali tidak.

Hingga ada kejadian lucu waktu saya pergi haji. Ustad ngasih wejangan agar kita semua, orang Indo, yg umumnya bermazhab Syafei, pindah rujukan dulu utk sementara waktu dalam rangka Towaf (tawaf) mengelilingi Ka'bah kepada mazhab Hambali. Sebab tawaf campur, bisanya sesak dan bersentuhan dgn lawan jenis. Wudhu bisa batal menurut Syafei. Nach nanti kalo udah selesai tawaf, balik lagi dech ke Mazhab Syafei. Karena kalo masih pakai Syafei, Towaf kita gak akan selesai2, harus wudhu dei wudhu dei... akibat persentuhan dgn lawan jenis (hiks,, gak konsisten-red).

Jadi, urusan nutrisi akal budi gak akan pernah bisa tuntas, gak akan kenyang kalo masih bersumber dari mahluk bumi. Karena hasil masakan para jurumasak bumi bukan makanan langit.

Trus ... Dari mana dong sumbernya ?

Ya darimana lagi kalo bukan Firman dan Wahyu langit. Hanya dari situ kita bisa makan. Lain tidak.

Pemikir2 berupaya menjabarkan, merumuskan, membuat teori tentang manusia atas apa2 yg dianggap baik buat manusia, namun pada dasarnya yg dipakai tak lain hanya duga2.

Firman dan Wahyu Langit menyebutnya prasangka mereka. Tidak ada yg didasari suara dari langit.

Makanan untuk akal-budi, cuma ada didalam Firman dan Wahyu dari langit. Bukan dari pemikir dan tafsir mahluk bumi manapun.

Kesulitan membaca makanan langit adalah karena kita udah kebanyakan makanan juru masak. Padahal, makanan langit gak perlu juru masak. Makanan itu memang harus dimasak. Tapi percayalah, kita sendiri bisa memasaknya, gak perlu rujukan dari manapun.

Rujukan2 juru masak malahan membuat gosong, keasinan, kemanisan, kecut gak karuan.

Ada yg bilang mustahil kita bisa memasaknya ?!
Pasti bisa. Mosok langit ngasih makanan yg gak bisa dimasak oleh kita sendiri !?!. Gak mungkin.
Selama kita dikaruniai akal untuk berfikir, makanan langit pasti bisa dicerna.

Tapi kenapa koq kalo kita masak sendiri sepertinya susah dan gak bisa dicerna ?
Bukan, bukan karena kita gak bisa. Tapi karena kita udah kebanyakan nyicipin resep2 juru masak yg kadong nempel di lidah dan udah jadi kebiasaan perut. Seperti halnya orang Indo yg gak pernah ngerasa wareg kalo blum kena nasi.

Padahal, Injil dan Taurat menyebut orang2 yg mengisi akal-budinya dgn makanan bumi hasil olahan juru masak disebut 'BERZINA' atau berselingkuh. Karena mereka tidak setia kepada Allah mereka. Seperti Bangsa Israel yg berzina dgn ideologi2 bangsa2 lain.

Dalam al-Qur'an perempuan yg berzina dikatakan musyrik(24/3). Itu bukan zina ranjang, melainkan zina aqidah.

Al-qur'an menyebutnya dengan MUSYRIK. Orang2 yg menduakan/mensyarikatkan Allah. Orang2 yg mengimani sebagian Al-Qur'an mengimani sebagian ideologi manusia. Inilah yg disebut sebagai musyrik. Memakan makanan bumi.

Sering kita dengar kata SEKULAR. Sebenarnya artinya persis sama dgn Musyrik. Tapi sayang, banyak yg bias dgn kata ini.

Dan sangat disayangkan, banyak orang yg terjebak dalam sekularitas atau kemusyrikan tanpa ia menyadarinya. Dalam bahasa Al-Kitab melakukan perzinahan dengan ideologi bangsa2.


Salam
aca

Tidak ada komentar: