Sabtu, 27 Desember 2008

mencintai Tuhan

Dear Polmaners, tulisan ini sebenarnya buat Japri.
Tapi, siapa tau bisa masuk milis lagi.
Kalau banyakan yg gak suka .,., palingan gue di karantina lagi. he..he..he...

Dear Polmaners-Japri,

Mencintai Tuhan, sebuah kalimat yg indah, syahdu, dan terdengar mulia.
Ada dua suku kata yg perlu diurai, cinta dan Tuhan.

Untuk urusan cinta, saya kira sudah jelas, tak ubahnya cinta kita pada
isteri tercinta, atau cinta kepada anak2 yg menjadi sumber kebahagiaan.

Untuk urusan Tuhan, ini yg perlu diurai.
Dimana Dia ? Posisinya ada disebelah mana ?
Bagaimana kita bisa memberi kepadaNya jika kita gak bisa bertemu denganNya ?!
Hendak kirim surat, sms, telpon kemana ? Wuong alamatnya gak jelas !

Polmaners, saya bukan becanda, tapi bagaimana bentuk konkrete kita
mencintai Tuhan tsb jika yg dicintai manifestnya ghaib dan tidak berwujud?
Persepsi kita terhadap Allah sebagai sesuatu yg metafisik inilah yg menyebabkan
mencintaiNya sebagai aktifitas yg ngambang.

Beberapa yg berfikiran maju mendeskripsikan mencintai Tuhan adalah
mencintai segala ciptaannya. Mencintai apa2 yg diciptakannya.
Mencintai mahluk2nya, binatang, hutan, manusia lain, dan seterusnya.
Karena Allah yg Ghaib tak kan pernah nampak, konkrete mencintai Tuhan adalah
mencintai mahluk dan ciptaannya. Dengan mencintai ciptaannya, maka tentunya yg
menciptaNya jadi senang.

Deskripsi yg cukup berkesan, namun akan timbul pertanyaan lanjutan,
mahluk yg mana yg mestinya di sayang?
Bagaimana dengan ular?! Bagaimana dengan nyamuk?!
Bagaimana dengan wereng?!
Bukankah mereka ciptaan Allah juga?!
Apakah mesti disayang juga dan jangan dibinasakan ketika nyamuk menggigit kulit kita ?!

Tumbuhan yg mana yg harusnya dipelihara dan dicinta?
Apakah semua tumbuhan?!
Bagaimana dengan ilalang yg sering kita bakar ?!
Bagaimana dengan belukar penganggu yg suka kita babat habis?!
Bagaimana dengan benalu, yg hanya merusak tanaman produktif?!

Apakah semua manusia perlu dicintai?
Apakah para preman2 itu?! Atau koruptor2 itu?!
Bukankah mereka mahluk ciptaan Allah juga?! Manusia juga?!
Bagaimana dengan para penggelap dana BLBI?! Yg merugikan jutaan
rakyat Indonesia karena uang yg dicairkan dibawa kabur ke Luar Negeri?!
Apakah Penjajah Belanda yg mesti kita cintai?!
Apakah pezinah istri orang perlu disayang dan dicintai?!

Saya kira daftar pertanyaan tersebut mesti anda jawab, jika memang
deskpripsi mencintai Tuhan adalah mencintai segala mahluk ciptaanNya.

Ini menunjukkan bahwa tidak semua yg ada di muka bumi ini kita cintai.
Tidak semua mahluk ciptaannya harus kita sayangi.
Tidak kepada sembarang manusia didunia kita berkasih sayang.
Sampai disini anda pasti setuju.
(kalau gak setuju, namanya anda cuman cari gara2 sama saya-red, hiks... becanda broo..).

Lantas apa yg menjadi batasannya ?
Apa yg menjadi patokan – bahwa sesuatu boleh dicintai atau tidak?
Apa yg menjadi dasar – bahwa seseorang wajib kita kasihi atau kita sangsi?
Apa yg manjadi landasan – bahwa sebuah komunitas kita cintai atau perangi?

Jika anda bisa menjawab apa batasannya, berarti anda mengerti apa yg saya maksud.
Jika anda tidak bisa menjawab, berarti anda gak faham.

Batasan itu atau Alat Ukur itu, tak lain adalah hukum dan ketetapanNya.
Patokan itu tak lain adalah aturan2Nya.

Dia yg menciptakan mahluk, Dia juga yg menetapkan aturan kepada ciptaanya.
Dia yg membuat aturan, Dia juga yg mesti kita taati aturan dan hukumNya.

Bukankah Tuhan menciptakan alam semesta ini lengkap dengan aturannya?!
Bukankah Allah menciptakan benda2 langit tidak hanya diam, melainkan bergerak
Mengorbit, berputar menurut hukum centrifugal dan centripetal, hingga benda2
langit tersebut teratur, beredar pada lintasannya masing2.
Tidak kah anda perhatikan hukum dan aturan yg ciptakanNya untuk benda2 alam.
Tidak kah anda fikirkan bahwa ada makro software bekerja dengan baik pada hardware?!

Apakah anda fikir manusia tidak perlu software untuk hidup dibumi?!
Apakah Allah sebagai Pencipta manusia tidak membuat aturan untuk manusia ?!
(bukan software bio-sistem dimana manusia harus makan jika lapar,
tapi software psycho-sosio yg menyangkut hubungan manusia dengan manusia lain,
komunitas dengan komunitas lain).
Apakah anda fikir Tuhan lupa menciptakan aturan buat manusia, aturan psycho-sosio ?!

Jika anda menganggap manusia tidak memerlukan aturan, melainkan cukup
kepercayaan atau keyakinan, sedangkan ketetapannya hanyalah berupa,
“siapa2 yg tidak percaya dipanggang nati di’sono’nya, dan siapa yg percaya bakalan
diberikan hadiah oleh Tuhan berupa istana dan taman2 yg indah beserta pelayannya”,.,.,
berarti anda menolak ayat2 didalam Kitab suci untuk bab2 yg menyangkut masalah hukum.
Anda hanya mengimani ayat hadiah istana dan hadiah pelayan2 cantik yg konon
menanti anda setelah anda bangun dari mati.
Silahkan saja, tapi berarti anda tidak mengimani semua bagian dari ayat2 suci didalam
Al-Qur’an, Injil dan Taurat.

Polmaners-japri, baiklah, jika anda mengimani ayat2 yg menyangkut hukum dan aturan,
kita harus menyadari, bahwa hukum dan aturan tersebut butuh komponen2 yg lengkap
agar ia bisa bekerja dengan sempurna.

Bahwa hukum dan ketetapan tidaklah mungkin bisa diimplementasikan kalau gak ada
umatnya/komunitas/rakyatnya.
Hukum, ketetapan atau aturan itu tidak bisa berlaku apabila gak ada penegak hukumnya.
Hukum dan ketetapan itu, juga hanya akan jadi khayalan kalau gak ada tempat berpijak
atau gak ada negerinya (tanahnya).

Inilah yg dimaksud DIN untuk manusia didalam Kitab Suci Al-Qur’an dan
KERAJAAN ALLAH di dalam Taurat.

Kitab Taurat tidak membicarakan masalah norma dan etika, atau baik dan buruk
sesuatu menurut ukuran penilaian manusia. Kitab Taurat selalu membicarakan
penulisan hukum Tuhan diatas batu (pemberlakuan hukum disuatu negeri).

Al-Qur’an tidak membicarakan masalah menjalin kasih sayang kepada sembarang orang.
Di dalam Al-Qur’an, isinya adalah tentang bagaimana membuat kapal
(membuat wadah), untuk mengarungi samudera (wadah yg digunakan untuk
mengarungi kehidupan sosial masyarakat).

Baik Al-Qur’an maupun Taurat dan Injil, mengajarkan orang untuk menanam pohon yg baik.
Menabur bibitnya, memupuk, menyirami, sampai waktunya memanen, dan makan dari pohon itu
(menggunakan prinsip hukum dan tatanan yg ditetapkan Allah).
Allah didalam Al-Qur’an maupun Al-Kitab, mewanti2 manusia agar tidak memakan
Dari pohon yg satu itu, pohon yg terlarang (tidak menggunakan prinsip hukum
hasil rekayasa manusia, ajaran para filsuf dan budayawan, atau ideologi bangsa2).

Dan pada gilirannya, Al-Qur’an ini akan menghancurkan gunung2, menundukkannya
(menundukkan bangsa2 didunia tunduk dan patuh kepada negeri yg memberlakukan
Hukum dan aturan Tuhan).

Mungkin ada yg komen,., Keberatan ngomong ente ca ....
(Gak ape-ape,.,. namenye juga usahee... –red).
Sekarang gini aje Polmaners-Japri, pasti pertanyaannya bagaimana dengan kita?!
Apa hubungan antara kita dengan urusan segede dunia seperti diatas ?!

Jawabnya tentu saja ada. Tinggal lihat diri kita sehari2.
Apakah aktifitas kita sehari2 ada hubungannya dengan pelestarian aturan dan hukum Pencipta ?!
Bagaimana fungsi dan kedudukan kita dengan masalah diatas ?
Akankah kita mencintai Tuhan dengan cara mencintai mahluknya
“dengan aturan dan ketetapan yg dibuat di dalam Kitab suci?”
Apakah hidup kita ada hubungannya dengan penegakkan aturan dan hukum itu?

Jika hidup kita tak ada hubungannya dengan pelestarian dan penegakkan
RULE atau ATURAN2 DIA, maka kita perlu mengadakan ALIGNMENT.

Alignment adalah aktifitas pelurusan, penyejajaran, setting, agar aktifitas
kita bisa berada satu sumbu atau satu poros dengan putaran sistem makro,
satu operating sitem dengan operating sistem jagad.
Kalau tidak, kita hanya akan hidup diluar sistem dan merusak sistem itu.
Bahasa softwarenya, virus,,hiks...

Inilah yg dimaksud sistem mizan, sistem kesetimbangan alam semesta,
sistem DIN yg dikatakan sebuah sistem untuk semua (Rahmatan Lil Alamin),
bukan urusan agama untuk segolongan yg percaya.
Ntar jadinya Tuhan lagi disalahin, Dia yg difitnah bikin agama. Uh..,.,

Polmaners-Japri,., jangan anggap urusan kita dibumi sembarangan.
Kita punya tugas. Manusia punya yg namanya kesadaran. Gak sama ama binatang.
Akankah rutinitas kita selalu sama dengan rutinitas binatang dan hewan2 ciptaanya?!

Coba saja perhatikan begitu banyak orang berangkat dengan berbagai
kendaraannya dari rumah menuju kantor. Ber-bondong2 berarak beriring bagaikan
semut berbaris keluar dari sarangnya.

Setiap sore kita perhatikan pula begitu banyak orang pulang dari tempat kerjanya,
kembali menuju rumah kediaman dan keluarga mereka, berbondong2, berarak beriring
bak semut menuju lubang sarangnya. Membawa pulang makanan/rizki yg didapatnya.

Demikian menakjubkannya ritme binatang dan hewan2 itu menjalani kehidupannya setiap harinya.

Pertanyaanya, apakah ritme kita juga hanya akan sebatas itu ?
Apakah tugas kita sebagai manusia sama seperti mereka?
Sama seperti semut, burung, kerbau, kambing?
Apakah tujuan manusia diciptakan sama fungsi dan batasannya seperti hewan?!
Sebatas manusia cro-magnon, manusia purba yg hanya berburu dan hidup di-gua2?!

Hanya segitukah nilai diciptakannya seorang manusia?
Konon mencari nafkah adalah ibadah,,,., (wach,., gawat-red).
Mosok ibadah atau mengabdi sama Tuhan hanya urusan cari makan.
Gak usah disuruh Tuhan juga kita tetep cari makan,.,., wuong lapaar ! Mana bisa ditahan..,?!

Saya kira tidak polmers.
Ada sebuah tugas besar buat kita. Tugas mengapa kita diciptakan.
Tugas kita adalah beribadah, mengabdi kepadaNya.
Tuhan sebagai Pencipta membutuhkan pembuktian cinta kita kepadaNya.
Pembuktian itu bukan beribadah individual, ritual, menyembah Tuhan metafisika
yg kasat mata dan tak kelihatan di dalam masjid.

Tuhan meminta bukti pengabdian kita apakah kita bisa menjadikanNya Pengatur untuk kita.
Fir’aun, gak pernah ngaku Tuhan. Lha wuong dia tahu koq langit dan bumi bukan dia yg bikin.
Fir’aun disebut Togho (sombong) karena dia mengaku Pengatur, bukan Pencipta.
“Ana Robbukumul A’la”, akulah pengatur kamu semua.

Ibadah kepada Tuhan adalah dengan mengabdi kepada Aturan dan ketetapanNya.
Memperjuangkan tegaknya aturan2Nya. Ketetapan dan aturan untuk semua.
Mengabdi dengan menegakkan, menjaga dan melestarikan keberlakuan hukum2Nya itu.
Itulah hakikat pembuktian cinta kita kepada Tuhan, mengabdi kepada Allah.
Bukan hanya berlutut sampai dengkul memar di altar, atau sujud sampai jidat jontor di masjid.


Salam
aca
17Dec08

Tidak ada komentar: