Senin, 17 Agustus 2009

Masyarakat Jahiliah (950) BASIC

Salam…

Sepintas apabila orang mendengar kata jahiliyah, maka yang ada di benaknya langsung tertuju kepada -masyarakat- bangsa Arab kuno. Karena mereka hidup ditengah belantara padang pasir yang panas, gunung-gunung batu yang tandus serta sifat masyarakatnya yang nomaden. Mereka dinamakan masyarakat jahiliyah karena sifatnya yang kejam, bodoh, barbar dan mereka hidup dalam kabilah-kabilah eksklusif. Jika satu kabilah bertemu dengan kabilah lainnya di padang pasir, satu sama lain saling baku hantam. Mereka hidup dari berniaga, dari satu dusun ke dusun lainya. Dan ditengah jalan sering kali mereka dicegat penyamun yang merampok barang-barang dagangan mereka. Itulah jawaban di masyarakat umum tentang jahiliyah.

Mereka juga masyarakat yang tidak mengenal Tuhan Allah, yang mereka sembah adalah batu, arwah dan berhala-berhala yang ditempatkan disekitar rumah tua. Disekitar rumah tua itu terdapat lebih dari 300 macam patung yang disembah oleh tiap-tiap kabilah yang datang kerumah itu. Judi, miras, prostitusi, perampokan, tidak tahu tatakrama, sopan santun, penuh dengan perdukunan, dan pembunuhan adalah masalah-masalah biasa dan sudah menjadi kebudayaan mereka. Bahkan digambarkan karena sangat jahiliyahnya, ibadah haji dilakukan dengan telanjang, sholat dilakukan sambil bersiul dan bertepuk tangan. Demikian pendapat menurut definisi para sejarawan dan para ulama Ahlul Kitab Taurot, Injil, maupun Al Qur’an.

Itulah gambaran masal manusia tentang jahiliyah dan itu pula jawaban, mengapa agama Islam atau Nabi Muhammad diutus di Arab, dan bukan di Eropa, Cina atau di Indonesia. Dari pemahaman yang seperti ini, berkembang logic bahwa Nabi Muhammad diutus kepada bangsa Arab saat itu, untuk memperbaiki akhlak masyarakat bangsa Arab yang jahiliyah. Sedangkan bangsa-bangsa lain di Eropa, Asia Timur seperti Cina, Jepang, dan Indonesia tidak ada masalah, karena mereka adalah bangsa yang sudah maju dan memiliki peradaban yang luhur. Pengertian jahiliyah yang seperti ini sudah berkarat pada otak manusia pada umumnya, bahkan sudah mengakidah di hati umat yang katanya mengaku dirinya muslim. Bahkan sudah menjadi penyakit yang paling parah untuk bisa mengerti apa itu Islam secara proporsional.

Kalau makna jahiliyah diartikan seperti itu, maka alangkah rendahnya kitab-kitab Allah, Kitab Allah digambarkan sebagai konsumsi bagi orang-orang bodoh dan orang-orang yang tidak beragama. Taurot untuk bangsa-bangsa primitif dimana manusia belum sempurna akal fikirannya, Injil untuk bangsa-bangsa kuno dahulu kala, demikian juga Al Qur’an untuk bangsa padang pasir yang tidak berbudaya dan beradab. Itulah pengertian orang-orang jahiliyah tentang jahiliyah.Secara etimologi, kata jahiliyah dari kata -jahal, jahil, jahala- yang berarti bodoh, sebagai lawan dari kata pandai. Dalam hubungan digunakannya kata ini di dalam Al Qur’an, maka pengertiannya menjadi khusus. Perhatikan ayat dibawah ini : “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? (Al Maaidah : 50).

Disini kata jahiliyah dihubungkan dengan masalah pilihan hukum. Allah sebagai Al Hakim yang maha bijaksana mempunyai hukum, hukum yang diciptakan Allah untuk manusia mempunyai tujuan mulia, yaitu membebaskan seseorang dari dosa atau kesalahan, agar orang tersebut kembali suci dan tidak keluar dari garis fitrahnya. Allah sebagai Al kholik menciptakan semesta alam secara adil dan itu dapat disaksikan dalam kehidupan -mizan- pada benda-benda langit, dan merupakan implementasi dari hukum Allah, semuanya bebas dari campur tangan manusia. Secara nature atau fitrah, manusia dilahirkan bukan untuk mengatur, yang hak untuk mengatur makhluk adalah Sang Khalik. Makhluk tidak berwenang mengatur makhluk lainnya. Jika Rosul menghukum seseorang, itu dilakukan dalam kedudukannya selaku -mandataris- atas izin Allah bukan atas kemauannya sendiri. Inilah landasan Allah membuat hukum yang kemudian
diperintahkan kepada Rosul dan Ulil Amri Mu’min untuk ditegakkan. Seorang Hakim dalam negeri harus tunduk kepada prinsip-prinsip keadilan, dia bukanlah hakim agung; diatasnya ada hakim yang lebih tinggi, yaitu Allah.

Sebenarnya didalam kitab-kitab Allah yang dimaksud dengan jahiliyah adalah tatkala manusia mengatur hidupnya bukan dengan hukum keadilan Allah. Tatkala bangsa-bangsa membuat hukum berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa, yang kemudian dijunjung tinggi oleh bangsa itu, itulah yang disebut dengan jahiliyah. Kalau jahiliyah diartikan dengan bodoh, itu memang ada benarnya. Tetapi bukan bodoh dalam arti tidak berbudaya, tidak bisa baca tulis atau tidak beragama. Dikatakan bodoh karena ada hukum Allah Yang Maha Adil, ada hukum Allah yang menciptakan alam semesta berdasarkan keadilan, ada hukum Allah yang merupakan fitrahnya manusia, hukum yang diciptakan oleh Allah untuk keadilan dan kesejahteraan manusia, untuk melindungi hak-hak azasi manusia dari kezoliman manusia lainnya, tetapi umat manusia mengkafirinya, kemudian membuat hukum sendiri berdasarkan konsensus bangsa.

Istilah -Jahiliyah- juga digunakan pada zaman Nabi Musa AS, yaitu kurang lebih 1500 tahun sebelum Nabi Muhammad. Kasusnya tetap sama yaitu keengganan umatnya ber-illah (berhukum) kepada Allah, perhatikanlah surat berikut :“Dan kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, Maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap mengabdi kepada -Asnaam-, mereka berkata: "Hai Musa. buatlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka mempunyai beberapa -illah-". Musa menjawab: "Sesungguh-nya kamu Ini adalah kaum yang Jahil" (Al A’raaf : 183). Umat nabi Musa yang mengusulkan dibuatnya -illah illah- lain sebagai pengganti Allah, disebut jahil bukan karena mereka bodoh dalam arti lawan dari pandai; mereka disebut jahiliyah karena tidak mau ber-illah kepada Allah. Mereka lebih menyukai menggunakan hukum bikinan hawa nafsu manusia, bikinan penguasa-penguasa manusia, bikinan raja-raja manusia yang selalu menindas rakyat kecil. Tatkala orang-orang menolak hukum Allah dan mengambil hukum bikinan manusia, maka bangsa itu disebut jahiliyah. Kapan saja, dimana saja, siapa saja, sampai millennium kinipun apabila suatu bangsa membuat hukum sendiri, membuat kerajaan sendiri untuk mentegakkan hukum yang dibuatnya, dengan membuang hukum Allah, maka bangsa itu disebut bangsa jahiliyah. Sampai kapanpun bila manusia membuat hukum sendiri dan menolak hukum Allah, maka umat itu disebut umat jahiliyah. Terlepas dari apakah bangsa itu bangsa modern dari segi science dan teknologi, tetap saja bangsa itu disebut bangsa yang bodoh (Jahiliyah).

Lantas bagaimana masyarakat bangsa-bangsa di dunia hari ini, juga bangsa kita tercinta ini??

Salam…

2 komentar:

Poetra Pamoengkas mengatakan...

jadi masa sekarang itu sama jahiliyahnya dengan masa rasulullah muhammad, atau mungkin lebih parah???

andrycahya mengatakan...

Gak lebih gak kurang, dari jaman baheula, jamannya Muhammad - 1400 th y.l, jamannya Isa - 3000 th y.l, jamannya Musa - 4000 th y.l., bahkan yg lebih baheula lagi, jamannya Nuh, moyangnya Ibrahim - entah berapa ribu tahun sebelum Ibrahim, jahilnya sammma.

Masa sekarang bagaimana ,,..?

Jawabnya, Walan tajida li sunnatallohi tabdila (engkau tak akan menemui perubahan dalam sunahKU). Ya sama saja proses perubahan itu akan senantiasa silih berganti. Nur-zulumat-Nur-Zulumat (Terang-gelap-terang-gelap).