Kamis, 09 Desember 2010

If You Want to be Rich, Don't Go to School

Barangkali judulnya terlalu extreem. Tapi emang bener. Temen2 sekolah gue yg pade pinter2 dulunya, sekarang kagak ada yg kaya.

Mereka jago banget dalam matematika, bahasa, pendidikan moral pancasila (sekarang ppkn atau apalah), dan pelajaran2 lainnya. Sedangkan gue, sama temen2 yg barisan belakang, rata2 jadi figur bad sample, publik enemy, eee... kira2 seperti murid2 sampah yg kerjanya bikin onar kelas aja.

Bloggers,
Itu 26 tahun yg lalu, ketika kami para cowok baru pada kaget sekolahnya pake celana panjang, dan para ceweknya bagaikan bunga baru pada mentik.

Bloggers,
Anda tahu yg terjadi hari ini ?
Kawan2 kami yg duduk dibaris depan, cowok2 kacamata setebal pantat botol, sisiran belah pinggir atawa cepak ngehe, dimana cewknya pada di kepang jadul dan tampang kutu bukun, pada jadi pegawai negeri, pegawai swasta, sipil, guru, dosen, dan sebagainya.

Sedangkan kami, barisan yg duduk di belakang, warga negara kelas dua, cowok gondrong jorok dan tukang bolos, kebanyakan gak ada yg jadi pegawai. Rata2 self employment atau usahawan.

Saya tidak akan membandingkan profesi karyawan vs usahawan, karena bukan disitu titik penekanannya. Namun ada sesuatu yg dipelajari sendiri oleh kami, para murid badung yg suka bolos dan pergi ke kebun binatang bersama teman pada jam pelajaran sekolah. Yakni pelajaran di luar sekolah. Sejak es-em-pe, kebun binatang adalah surga saya. Kami tahu benar tabiat2 binatang2 di kebun binatang bahkan sampai kenal namanya. Sahabat saya si Kliwon, gajah pemarah yg selalu ingat orang yg jail kepadanya.

Kadang kami membolos ke toko penyewaan komik. Namun ketika teman kami ada yg mengajak ke perpustakaan BATAN (Badan Tenaga Atom Nasional), disitulah kami mulai keranjingan bolos. Setiap bolos sekolah pagi kami selalu ke perpustakaan BATAN. Siangnya kami main ding-dong (game di blok M). Anda tahu buku yg saya suka?! Relativitas ! Hiks,.,. Abis Einstein itu menurut sy luar biasa, bisa bilang Fisika Newton gak sempurna. Stelah itu, sy keranjingan ilmu pengetahuan.

Tidak hanya uang jajan, uang bayaran sekolah dan sebagainya kami sikat buat main game. Sering kami di usir karena memakai seragam. Tapi...hehehe... Boro2 yg namanya kapok. Cuma sebentar, karena selalu kami mix, antara perpustakaan BATAN, Perspustakaan LIPI dan ding-dong.

Ketika kami kebingungan untuk mengganti uang bayaran sekolah yg terpakai, kami mendapat jalan dengan menjual koran2 bekas yg ada di rumah. Kami baru tahu, bahwa koran bekas ternyata berharga. Kamipun semakin rajin mengumpulkan koran2 bekas itu, bahkan, rumah teman2 yg lain, tetangga, koran di warung, selalu saya minta, untuk kemudian kami jual.

Tapi dasar basic insting, kebutuhan kami meningkat, karena buku2 di BATAN gak bisa dibawa pulang. Kami sudah keranjingan ke toko buku Scientific (Gunung Agung dan Gramedia gak masuk hitungan). Buku2 disana (Scientific) begitu mahalnya. Maka, mulailah kami cari akal. Dan kami temui, bukan hanya koran yg berharga untuk dijual, tetapi besi bekas ternyata lebih berharga lagi.

Maka, mulailah kami menjadi madura kecil2an, menjual segala jenis logam yg ada di rumah kami. Jangan kan logam bekas, velg ban mobil orang tua kami pun jadi sasaran. Dan ternyata, kebiasaan ini makin menggila. Sampai2 kami menjadi pengemis barang2 bekas, terutama logam.

Ketika orang tua kami mulai menyadari kehilangan barang2nya, mulailah usaha kami bangkrut. Boro2 mau beli buku asing di toko buku Scientific, buat biaya game saja udah gak bisa. Kamipun tak dapat lagi membeli buku2 dari Scientific.

Saya pernah mengaku bahwa saya jual barang2 itu buat beli buku Schaum series. Tapi... Boro2 dapat support, malahan orang tua kami bilang kami ngawur. Bukannya buku2 sekolah yg dibaca malahan buku2 luar negeri yg gak jelas. Sedangkan reputasi kami sebagai anak bergajul udah jelas nempel dijidat2 kami.

Di sekolah, kami juga bukan murid juara. Karena sy cuma gila Einstein, makanya sy cuma gandrung Matematika dan Fisika. Untuk dua mata pelajaran itu, gak ada yg bisa lawan, termasuk guru saya. Alhasil, saya berantem doang sama guru2 saya yg pada bego itu. Sumpah Sekolah Rumah, guru2 Fisika dan Matematika saya semuanya gak ada yg pintar.

Suatu ketika pernah ada seleksi Olympiade Matematika di SMA 8 Jakarta. Untungnya, semua murid dicoba. Dan... Hehe,,, si juara sekolah masih dibawah saya. Satu sekolah bingung sama hasilnya. Dan kamipun dikirim (10 terbaik dari SMA kami, SMAN 55 Jakarta). Dari 300 murid terbaik se Indonesia,,, hehe.. Muridnya si Einstein dapat urutan 15. Sayang, yg diambil untuk kompetisi berikutnya cuma 10 orang. Dan anda tahu kenapa saya bisa jawab soal2 saringan Olympiade Matematika?! ... Hihi... Bukan karena saya nya pintar, tapi karena soal2 yg keluar mirip banget dengan buku2 schaum series, buku2 yg kami beli dari hasil usaha madura2an.

Bloggers,
Saya bukan bermaksud cerita bahwa sekarang saya sukses atau kaya. Saya cuma mau bilang, bahwa ada banyak sekali pelajaran2 yg ada di luar sekolah. Dari mulai Kebun binatang ragunan, buku2 LIPI, buku2 Scientific, adalah sumber2 pelajaran yg masih menempel di kepala saya sampai sekarang.

Dan juga ada sebuah pelajaran yg luar biasa. Pelajaran surfival, ketika kami mencari jalan untuk memenuhi kebutuhan2 kami dgn menjadi madura kecil2an.

Ini cuma sekelumit kisah dimasa kecil. Tapi saya bersumpah, tidak akan saya ulangi kesalahan orang tua saya, yg tidak memberikan support penuh kepada apa yg saya gandrungi. Dan saya pun bersumpah, tidak akan menyekolahkan anak saya untuk di ajar dengan guru2 matematika lulusan perguruan tinggi ilmu pendidikan yg (maaf) pada bego2 itu.

Ada sesuatu lagi yg sy miliki selain surfival di bidang koran dan logam bekas, yakni manis getirnya pengalaman saya dalam usaha. Semua gak ada dibuku, hanya ada dikepala saya. Dan akan saya ajarkan ini semua kepada anak saya bagaimana cara bertahan hidup di dunia yg kompetitif ini. Biarpun business saya kecil2an, namun pelajaran ini gak ada sekolahannya.

Hingga judul tulisan ini mungkin bisa di revisi, karena bau2 nya kapitalis banget gituloh. Bukan 'kaya harta' orientasi pendidikan kita kepada anak, karena untuk di didik menjadi kaya - sama aja menciptakan gayus2 masa depan. Tapi tetep, bahwa sekolah gak jamin bikin sukses. Bahwa sekolah hanyalah penjara buat anak2 kita. So judul yg sebenarnya is, "if you want to be success, don't go to school".

Salam
andry cahya