Jumat, 19 November 2010

Butek

Ajaran bagaikan air sungai yg mengalir. Tidak akan pernah konsep sang anak
semurni bokapnya. Apalagi se asli kakeknya.

Sebuah agama, kepercayaan, ajaran, idea2, menjadi persis seperti cerita air
sungai. Biar bagaimanapun asalnya pasti dari sumber yg jernih dari atas gunung
sono.

Semakin ke hilir, semakin jauh dari sumber aslinye, semakin keruh.

Dari sumbernya - tu air bening banget. Makin kesini - banyak orang2 yg gak
bertanggung jawab, buang sampah dan kotoran ke sungai. Sampai di muara - tu air
udah bukan keruh lagi, tapi udah hitam pekat.

Jangan tanya siapa yg buang kotoran di air jernih. Emang udah begitu proses
mengalirnya air menjadi sungai dan tradisi keruhnya air seiring waktu.

Tapi biar butek dan bau, kita bisa liat banyak orang mencuci bahkan mandi di
pinggir sungai. Bagi mereka yg memang sudah adanya tinggal di muara, sudah
terbiasa dengan keadaan itu. Butek dan bau tak sedap gak dirasa. Bagaimana
mereka tau kalau tu air udah gak bersih - wuong yg namanya air bersih mereka gak
pernah tau kayak apa.

Bau?!, apanya yg bau. Wuong dari lahir sudah disitu. Hidung sudah gak rasa lagi
kalau sudah tinggal di muara. Boleh tanya pemulung yg tingggal di timbunan
sampah, apa mereka mencium bau sampah.

Beberapa penghuni muara merasakan penyakit masyarakat di muara. Tak sehat dan
perlu air bersih. Mereka merindukan air bersih yg nyata. Ini pertanda baik.
Masyarakat yg sadar kesehatan.

Ada juga masyarakat yg gak perduli. Yg penting bisa hidup dan ngoleksi kekayaan
macam2. Mereka gak butuh makanan dan minuman bersih, yg penting enak dan bisa
senang. Masyarakat sakit.

Orang muara Citarum menganggap muara sungai Ciliwung penuh sampah. Sedang orang
di muara Ciliwung menganggap masyarakat muara Citarum minum air limbah.

Padahal, kalau mereka sama2 menyusuri sungai ke arah hulu, akan mereka temui
bahwa sungai mereka bertemu pada percabangan. Artinya Citarum maupun Ciliwung
berasal dari sungai yg sama. Bahkan dari mata air yg sama di atas gunung sono.

Carilah air bersih kehulu dengan kesadaran penuh akan kebersihan. Menjadi
masyarakat yg sadar akan kesehatan. Telusuri sejarah dengan kesadaran objektif.
Kalo bacok2an cuma ngomongin perbandingan air butek,,, apa bedanya dengan
masyarakat sakit?!

Salam

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Salam sehat Bung Andry,
Saya agak sedikit pesismis bahwa di hilir (yang jaraknya ribuan tahun dari Hulu) ada air yang mashi murni,
Apakah air murni itu masih ada Bung?
Air yang murni itu saya kira hanya tinggal cerita,
"Konon kabarnya di gunung salak (yang berjarak 1431 tahun) pernah ada air murni yang menyehatkan".
Bentuk air yang murni itu seperti apa, tidak ada yang tahu.
Tapi, Saya yakin Air murni yang Bung Andry maksud, bukan Bir, JUS Melon, atau Sake yang rasanya enak tapi kandungan kimianya bikin mules perut masyarakat Hilir.

Salam sehat Bung!

joseph mengatakan...

salam...
proses pencarian air murni ntu kan jauh bung,.. jalnnya setapak n banyak batu-batu tajam pula..
sing bisa nyabarkeun hate be meureun nyah...

Anonim mengatakan...

Bung Yusuf,

Luar bisa neh bung Andry Cahya menjelaskan sebuah hikmah.
Saya kira tidak semua orang dapat memahami apa yang ia tulis.
Bagi sebagian besar orang, tulisan bung Andri Ini tidak berarti apa-apa.
Namun bagi sebagian orang, tulisan-tulisan bung Andry ini memberikan inspirasi tentang sebuah kebenaran yang hakiki, tetang sebuah keaslian ajaran.
Walaupun saya kira, tulisan-tulisan bung Andry ini baru sebatas kulitnya sajah.

Saya berharap, bung Andry berkenan memberikan gambaran (yang merupakan penjelasan dalam sub-bab) dari setiap tulisan-tulisan, sehingga setiap pemirsa dapat menentukan sikap, pro atau kontra atas tulisan bung Andry.

Topik-topik yang bung Andry angkat, saya kira tidak cukup sekedar dicerna sebagai pengetahuan, akan tetapi mesti di fahami sebagai effek dari kerja Kesadaran.

Mudah-mudahan saya salah menebak.

Salam sehat bung!

Gitar Online mengatakan...

izin share tulisan2nya ya bng,,:)