Senin, 13 April 2009

There is no God (939)

Dear Blogers, Saya tidak bercanda, boleh percaya boleh tidak, tuhan itu tidak ada. Ia hanyalah ilusi dan khayalan orang. Saya juga baru tahu ini, dan jangan kaget jika sekarang saya ingin memberitahu anda bahwa sebenarnya tuhan adalah sebuah khayalan ciptaan manusia.


Kata tuhan, seperti juga kata agama, adalah sesuatu yg diciptakan oleh manusia. Bahkan definisi dan kata Tuhan sendiri (God) adalah buatan para ahli agama. Tuhan itu banyak, berbagai nama dan definisi. Seperti halnya agama. Agama itu banyak dan beraneka ragam. Baik Tuhan yg banyak itu maupun agama yg beraneka, adalah manifest2 hasil karya manusia.


Adanya alam semesta dan manusia tidak begitu saja ada. Karena adanya segala sesuatu harus mengikuti sebuah aturan dan hukum alam semesta, sebuah tatanan yg kalau kita perhatikan mekanismenya begitu teratur dan setimbang. Ada sesuatu yg menciptakannya, ada sesuatu yg memilikinya, dan ada yg mengaturnya.


Kenapa Pencipta manusia itu saya katakan ada, sedangkan Tuhan tidak ada? Semua ini adalah disebabkan penyimpangan yg terjadi pada abad ke 17, yakni ketika daerah garapan Portugis (yg sekarang kita kenal dengan nusantara alias Indonesia) beralih menjadi garapan VOC, sebuah Firma besar dari Belanda untuk menggarap dan memerah daerah ini dan menjadikannya 'sapi betina' buat bangsa Belanda, sumber susu perahan (sumber alam), alat membajak sawah (mesin ekonomi), dan human resourches (sumber daya manusia) buat VOC dan bangsa Belanda. Ketika itu, mereka mengganti kata Tuan menjadi Tuhan, seperti halnya kata Lord menjadi God. Portugis sendiri adalah rumpun bahasa latin yg dalam bahasa latin asal muasalnya adalah “Seniore” (majikan/tuan) yg arti dalam bahasa harfiahnya adalah Gusti atau Tuan.


Bloggers, saya gak main2, perbedaan satu huruf ini menyebabkan penyimpangan arti yg luar biasa. Dari Tuan menjadi Tuhan berefek deviasi yg jauh. Majikan atau Tuan selalu punya hamba atau budak. Majikan adalah pemilik yg berkuasa. Kedudukannya sama dengan Raja, sebagai penguasa. Kursi majikan jelas, kedaulatannya meliputi lingkup kekuasaannya.


Sangat berbeda dengan Tuhan. Tuhan tak berbentuk, tak berkuasa, dan tak punya kedaulatan hukum. Tuhan bisa di kata2i. Tuhan bisa dicemooh semaunya. Tuhan bisa kita lecehkan semau kita. Jika Tuhan kita lecehkan, tak ada sangsi apapun. Tak ada hukuman apapun. Karena Tuhan yg dimaksud banyak orang adalah Tuhan yg tak berkuasa. Ia hanya berkuasa (konon) nanti. Kuasanya hanya dalam batas perasaan (yg orang sekarang menyebutnya dengan iman).


Tuan atau majikan, adalah manifest yg konkrit. Seorang Raja adalah Tuan, dan seorang abdi raja adalah hambanya. Tuan berkuasa atas sesuatu. Tuan memiliki kedaulatan hukum atas sebuah wilayah/teritori kekuasaan. Tuan tak bisa kita kata2i dan tak bisa dicemooh. Mencemooh Tuan di daerah teritorinya sama saja mencari celaka, karena ia dapat memberikan hukuman.


Banyak orang berkata Situ Gintung adalah hukuman Tuhan. Atau banyak yg bilang pesawat Adam Air dan Batavia Air adalah hukuman Tuhan. Mana buktinya? Seandainya Tuhan itu ada, pasti dia kesel banget kepada kita yg selalu jadiin dia kambing hitam segala kesalahan dan kebodohan yg kita buat sendiri.


Apakah alam ini tak ada yg membuatnya? Apakah benda2 yg jatuh kebumi tertarik oleh hukum gravitasi tak ada yg mengaturnya? Apakah hukum gravitasi itu tak punya Raja? Mustahil saudara. Tak ada hukum yg tak punya Raja. Tak ada kekuasaan yg tak punya Penguasa. Segala hal yg menyangkut hukum dan kekuasaan pastilah memiliki penguasa atau raja. Dialah sang Tuan, sang Penguasa, sang Pemilik, bukan Tuhan.


Tuan berkuasa atas pergerakan udara dari tekanan yg tinggi ke tekanan yg rendah. Tuan sanggup mengatur kecepatan orbit bulan mengelilingi bumi agar sesuai dengan gaya tarik dan gaya centrifugalnya. Tuan juga yg mengatur air senantiasa mengalir dari tempat yg tinggi ke tempat yg rendah. Itulah hukum gravitasi yg dibuat oleh sang pencipta gravitasi dan sang pencipta air. Dialah sang Tuan. Rajanya air, Rajanya gravitasi, Rajanya alam, dan Rajanya manusia.


Kita sudah sering mengenal hukum sang Tuan. Diantaranya hukum gravitasi air. Tuan pemilik hukum gravitasi tidak pernah campur tangan dalam urusan membuat bendungan yg tak permanen. Bendungan itu adalah buatan manusia. Tuan tidak pernah menguji atau bereksperiman, manusialah yg mencoba hukum gravitasi buatan Tuan atas sejumlah besar air hingga jebolnya bendungan. Manusialah yg tidak mengindahkan hukum gravitasi air? Mengapa membuat perkampungan dibawahnya? Demikian juga dengan pesawat terbang yg jatuh, minimnya perawatan tak akan cukup untuk alibi menyalahkan Tuan, karena hukum gravitasi Tuan atas segala benda2 akan selalu menarik kebumi (termasuk pesawat terbang).


Tuan tak pernah bisa dipersalahkan. Kuasanya meliputi langit dan bumi. Apapun yg diciptakannya akan selalu tunduk dan patuh terhadap hukum yg dibuatnya.
Sedangkan tuhan hanya ilusi manusia, tak pernah punya kuasa, karena ia memang tak pernah ada.


Tuan, untuk ditaati, dijalankan segala keinginannya, karena Tuan adalah Raja, kita adalah abdi/budak/hamba sahayanya.
Sedangkan Tuhan, jadinya hanya ilusi metafisika untuk disembah dan dipuji.


Mengabdi kepada Tuan haruslah dengan tindakan nyata, mengabdikan diri kepadaNya untuk menegakkan kuasanya atas tatanan manusia dengan hukum dan aturannya.
Sedangkan mengabdi kepada Tuhan, hanya menjaga diri sendiri atau di rumah ibadah sampai dengkul memar atau jidat lebam.


Salam

aca

4 komentar:

cita mengatakan...

saya pernah membaca bahwa kata "tuhan" berasal dari kata "tuan".
apakah salah jika seseorang menyebut "tuhan", sedangkan secara esensi adalah sama dengan "tuan"?

Anonim mengatakan...

bagaimana kalau tuan itu maksudnya allah.dan actual di buminya itu adalah mulkiyah allah

Anonim mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
andrycahya mengatakan...

@ cita. yg penting esensinya, bukan bunyi atau tulisannya. Kalau bunyi dan tulisan bisa apa saja, bisa Allah bisa Yahweh, bisa Tuhan. Tapi tak banyak yg esensinya Tuan, Raja, atau Majkan.

@ iwan. lebih pas lagi kalau Tuan itu sendiri adalah Mulkiah Allah dibumi.

Salam