Kamis, 18 Juni 2009

Konsekwensi Profesi (941) ADVANCE

Dear Bloggers,


Riwayat yg akan diceritakan bukan hal yg baru, melainkan masalah lama yg sudah menjadi klasik, berulang dan senantiasa terjadi dalam segala hal. Kisah hidup manusia.


Poltak, seorang yg baru hendak menggarap kebun. Dari mulai tidak ada apa2, ia memanfaatkan tanah garapan yg ia anggap sebagai pemberian Tuhan. Inilah tanah pemberian Tuhan, pikirnya. Tanah yg harus dicangkul, dibajak, ditanami dan dirawat. Bersemangat dalam hal pertanian menjadi kunci sukses dalam perencanaan bertani. Mungkin bidang ini begitu berbeda, begitu sehat, dan begitu alamiah, hingga biasanya petani baru akan senantiasa bersemangat dalam merencanakan untuk menggarapnya.


Banyak hal yg begitu baru dalam wacana bertani atau berkebun ini. Ilmu2 baru, teman2 baru, jadwal hidup yg baru, hingga perubahan siklus bermain dan bertani. Maklum, dulu semaja remaja, Poltak dan kawan2 lainnya belum pernah bertani, bekerja untuk tanah pemberian Tuhan ini. Mereka hanyalah remaja yg aktifitasnya senantiasa bermain.


Ketika menjadi petani baru, praktis hidup Poltak dan kawan2nya berubah. Yang tadinya bermain tok, berubah menjadi bermain dan bertani. Tak jarang waktu2 bermain berbenturan dengan saatnya bekerja untuk tanah Tuhan. Bermain untuk kesenangan diri sendiri sering harus dikalahkan, meskipun kenyataan hidupnya tanpa bermain, anak isteri bisa pre makan.


Pasalnya, sebagai petani baru yg begitu exciting (gembira dan terpukau) dengan dunia bertanam yg baginya baru, sering terlalu bersemangat. Seluruh energi dicurahkan, seluruh pemikiran, bahkan seluruh waktunya. Begitu bernafsunya ia akan gambaran hasil panen, menyebabkan Poltak dan para petani baru begitu asyik bertani, bahkan urusan bermain seperti terlupkan begitu saja.


Waktu berjalan, Poltak dan para petani penggarap yg begitu bersemangat tiba pada posisi puncak. Puncak keringat yg terkuras untuk bertani, puncak konsentrasi, puncak keletihan, dan segala puncak segenap daya upaya yg dikerahkan. Namun sayangnya, musim tanam belum berlalu. Masih banyak tanah yg harus dibajak. Masih banyak bibit yg mesti disemai. Dan baru sedikit tanaman yg tumbuh. Sementara energi terkuras, perut keroncongan, urusan diluar bertani (bermain ) telah lama ditinggalkan.


Akhirnya tiba2 kesehatan jiwapun ngedrop, seperti ngedropnya accu mobil. Ketika ingin berangkat bertani, mobil gak mau distart. Bunyinya cek.,., cek.,., cek.,., kayak cicek. Seperti juga baterai Handphone yg ngedrop. Putus – nyambung – putus – nyambung. Kesehatan para petani baru menjadi membley.


Tanah yg diamanahkan Tuhan pun seperti terbengkalai, diterlantarkan oleh para petani baru yg kelelahan. Mereka tidak menyadari hal ini akibat salah aplikasi dalam mengatur energi yg keburu terkuras pada saat2 awal. Petani baru seperti merasa bingung, mengapa target tanaman yg mereka inginkan tidak tercapai? Mengapa bibit tumbuh begitu sedikit? Mengapa bibit2 lain yg ditanam tidak tumbuh, bahkan beberapa ada yg mati. Bahkan di beberapa petani baru sempat terbersit, mengapa Tuhan seperti tidak menolongnya dalam menggarap kebun ini?


Celakanya, ketika pemikiran nyeleneh tiba2 datang : “Kalau memang kebun ini pemberian Tuhan, mengapa Tuhan tidak membuat tanahnya subur saja, agar ketika kami menaburnya – bibit akan tumbuh dengan mudah”.


Saudara2 ku para Penggarap tanah Allah, ketahuilah, bahwa menjadi penggarap2 ladang Allah tidaklah mudah. Kita akan seperti membajak di padang pasir yg tandus, tanah yg kering, jauh dari sistim irigasi dan pengairan yg mencukupi. Kita hanya punya hujan. Artinya kita hanya menunggu air yg datang dari langit.


Bukankah kita tahu benar bahwa akan selalu ada siklus?! Kita tak akan menanam sebelum musim penghujan datang. Kita menyadari bahwa dalam sebuah siklus, separuhnya gelap – dan separuh lagi terang. Separuhnya kemarau – separuhnya lagi musim penghujan. Dan kita tahu benar bahwa saat2 malam akan segera berlalu. Saat nya terang akan segera datang. Saatnya kemarau akan berlalu, dan awal musim penghujan sudah tiba.


That’s way,,.. jangan sampai lupa untuk managemen tenaga. Bukan hanya gas pol-polan doang. Tapi ada pengaturannya. Kalau terlalu exciting di awal, mesin bisa overheating, baterai bisa ngedrop, kesehatan jiwa bisa kering, dan ruh pun melemah.


Saudara para penggarap bumi Allah dan calon penggarap (.,., kalau calon kira2 ngerti gak ya,..?!). Kalau sudah lemah, urusannya mirip Handphone atau baterai. Kudu di charge supaya energi ngisi lagi. Kudu di isi dengan makanan yg sehat2. Bahwa urusan bertanam-ria ini bukan urusan yg bisa dipercepat atau diperlambat. Semua udah jadi rahasia Allah sebagai pemilik tanah. Hitungan musim dan timing (saat) adalah kepunyaannya. Sudah jadi hak prerogative Allah. Jangan kita coba2 mempercepat atau memperlambat.


Hasil panen adalah sesuatu yg diinginkan oleh siapapun. Siapa yg gak kepingin?! Namun jangan lupa, urusan bertanam disini agak unik. Kenapa unik?! Karena kita bertanam bukan lantaran ingin memperoleh hasilnya. Kita bertanam adalah menjadi kewajiban dan tugas dari profesi yg namanya petani. Jadi urusan ini adalah urusan konsekwensi profesi (wuiih.... keren gak tuch,.,. konsekwensi profesi).


Ya memang,.,. apalagi kalau bukan itu. Itulah sebabnya saya sebut unik. Sebuah kumpulan petani penggarap yg tidak mengharapkan hasil panen. Ini penting saudara. Karena jika kita mengharapkan panen, mengharap luasnya lahan, mengharap suburnya bulir2 padi yg tumbuh, bagaikan gemah ripah loh jinawi, pada akhirnya sepak terjang akan menjadi lain. Ya akan seperti Poltak dan para penanam yg saya ceritakan diatas. Bajak sana- bajak sini, tanam sana-tanam sini. Ujung2nya, ketika panen gak banyak,.,.. penggarap kecewa.


Padahal, saya yakin pemilik kebun tak mengharapkannya demikian. Bukan urusan hasil panen yg harusnya ada dibenak kita, karena hal itu akan mengembalikan kita kepada penghamba hawa nafsu.


Nah,, kalau jiwa sudah low-bat kesehatan drop,.,. ruh perlahan akan meredup. Bukan hanya meredup, tapi ruh akan dicabut kembali dari jiwa kita,..,. dan kita akan kembali menjadi orang yg mati, tidak mengerti apa2, sampai kembali buta, tidak melihat apa2. Itulah orang2 yg zalim, yakni orang2 yg lalai terhadap janjinya kepada pemilik tanah untuk menggarap tanah miliknya.


Salam
aca

Tidak ada komentar: