Kamis, 05 Februari 2009

Antara anak sedarah dan anak Ruh (922)

Dear Bloggers,


Kata saudara, berasal dari kata sedarah. Saudara kandung artinya sedarah kandung (satu darah satu ibu kandung). Ketika sesorang memanggail anda dengan sebutan saudara, berarti ia menghargai anda seperti sedarah sekandung. Entah apa maksud asal muasalnya, apakah untuk sekedar menghargai? atau untuk mengingatkan bahwa nenek moyang kita dulu2nya sama? atau ada arti kata lain?


Saya melihat ada arti lain diluar itu semua, yakni bukan dalam pengertian satu darah daging atau sekandung (biologis), melainkan satu ruh, satu jiwa, atau satu rohani, yakni satu kesadaran konsep, visi dan pandangan (pshycologis).


Jadi pengertian anak disini punya dua arti, yg pertama adalah anak sebagai Biologis (darah daging), dan anak sebagai Pshycologis (konsep kesadaran dan pandangan).


Seorang anak nasab, atau anak darah daging sendiri, atau anak secara biologis genetika biasanya berada dirumah kita. Anak ini kita didik dan kita ajarkan berbagai macam hal. Kita besarkan dengan penuh cinta kasih. Apa2 yg kita ajarkan itulah yg akan menjadi ruh kesadarannya. Apa2 yg kita ‘charge’ ke dalam qolbunya, itulah yg menjadi dasar fondasi ruhnya. Dikarenakan sang anak tinggal dirumah kita, maka pada umumnya ia akan menjadi anak ruh kita juga.


Sedangkan anak ruh, anak jenis ini merupakan hasil reproduksi juga, namun bukan biologis. Anak ruh sama persis isi kesadaran dan pemahaman dengan orang tuanya, namun bisa berbeda susunan genetikanya (bukan anak biologis). Seorang murid shaolin adalah anak ruh dari gurunya. Sang guru master menjadi dasar penetapan konsep jalan hidup murid shaolin. Demikian juga dengan santri, adalah anak ruh dari Ustadnya. Kaidah kebaikan dan keburukan dilukis oleh sang Ustad.


Ini bukan masalah ilmu pengetahuan, melainkan masalah ilmu prinsip kesadaran. Ilmu pengetahuan atau science, sifatnya netral. Bisa diajarkantanpa orang tua (guru). Ia bisa belajar dari buku2, tv, atau secara empiris (pengalaman). Namun ilmu prinsip sifatnya tidak netral, tidak empiris, dan tidak bisa dibuktikan secara hypotesis. Ilmu prinsip atau yg saya sebut ruh ini hanya bisa diajarkan oleh orang tua ruh.


Perhatian, ruh jangan disamakan persepsinya dengan roh. Bisa gak ketemu maksudna. Roh atau nyawa, bukanlah ruh yg saya maksud. Roh, urusan Ki joko bodo, bukan urusan saya. Roh atau nyawa, dikatakan orang sebagai sesuatu yg metafisika, memberikan kita hidup. No way,, kita hidup adalah karena siklus biologis (mekanisme fisika-biologis), bukan metafisika atau ghoib.


Bukan Roh yg memberikan kita hidup, melainkan RUH. Artinya kita bisa dikatakan hidup seperti manusia, karena memiliki konsep, bukan seperti binatang. Orang dikatakan hidup jika ia memiliki kesadaran. Binatang juga hidup, tapi hidup hanya dalam mekanisme fisika-biologis. Berbeda dengan manusia yg hidupnya tak hanya bergerak dan bernafas, tapi juga kesadaran.


‘Mereka hidup, tapi sebenarnya mati’, adalah gambaran seorang yg hidup normal tanpa ruh. Kalau mau dibahasakan dalam Ingggris ‘Seoul’ atau jiwa. Jiwa bukan Nyawa. Hidup tanpa ruh adalah hidup tanpa jiwa, tanpa konsep.


Seorang atlit bukan anak ruh dari pelatihnya. Pelatih mengajarkan prinsip olah raga atau sport yg tidak ada kaitannya dengan jalan hidup atau prinsip kebenaran atlit. Demikian juga dengan orang tua. Ada orang tua yg membesarkan sekaligus mengajarkan konsep dasar kebenaran dan kesadaran, ada juga yg hanya membiayai sekolah dan kuliahnya tanpa menurunkan konsep dasar kesadaran. Orang tua jenis ini tidak bisa disalahkan, karena mungkin ia sendiri tidak memiliki ruh.


Dalam referensi Kitab dikabarkan, “Dan Allah meniupkan sebahagian ruhnya”. Artinya bukan Adam ditiup “Ffwuuah ...!!” oleh Tuhan kemudian Adam jadi punya nyawa.


(QS 32:9) 9. Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.


Roh apakah itu ?! bukan roh dalam arti nyawa, melainkan ruh dalam pengertian wahyu, konsep kesadaran yg tidak musyrik, itulah yg dimaksud dengan ditiupkannya ruh, hingga kita bisa mendengar dan melihat dengan qolbu kita, menjadikan kita bisa membedakan sesuatu yg Haq dan yg Bathil, yang Benar dari yg salah, Jalan Lurus dari jalan yg sesat, itulah yg dinamakan RUH.


Sehingga ketika bicara masalah Isa bin Maryam, bukan bin Yusuf, kita dapat memahami bahwa ibunyalah (Maryam) yg memiliki ilmu atau kesadaran Wahyu tsb. Oleh karenanya Jesus atau Nabi Isa dikatakan bin Maryam. Dan Maryam adalah seorang yg senantiasa menjaga Ruh nya, tidak berzina (musyrik) dengan ajaran2 lain seperti halnya Ibrahim menjaga kesucian kesadarannya.


(QS 66:12) dan (ingatlah) Maryam binti Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat Rabbnya dan Kitab-KitabNya, dan dia adalah termasuk orang-orang yang taat.


Ruh, tak dapat didapatkan sendiri oleh kita melalui pencarian. Ruh, hanya dapat disampaikan melalui yg namanya Malaikat Jibril. Kemudian, siapakah Jibril itu ?!? Mahluk bersayapkah ?!


Kita lanjutkan setelah pesan2 berikut.



Salam
aca

2 komentar:

kecubung mengatakan...

Manusia adalah ciptaan Tuhan/Alloh/Allah/yahwe. Semua makhluk yang menyatakan dirinya manusia adalah ciptaan yang di atas. Namun, tatkala manusia itu diminta pertanggung jawabannya sebagai manusia dia melupakan semua itu. Seperti, mengaku memuji sang pencipta, namun tidak satupun konsep/undang-undang sang pencipta itu berlaku.
Apakah pantas, hukum manusia yang berlaku dibumi ini, sementara yang punya bumi ini bukan milik manusia? Hanya orang yang mau memikirkan saja bisa mengambil pelajaran terhadap kondisi kehidupan yang ada hari ini.

zeiudiex mengatakan...

mantap coy www.yesustidakmatiditiangsalib.co.cc

b8 s6 nih