Jumat, 30 Januari 2009

halusinasi neraka masyarakat Jahiliah (919)

Dear Bloggers,


Seperti biasa Ser-da Syaiful, seorang intel kepolisian yg kerap datang k kantor kami, datang berkunjung. Dia suka ngobrol2 santai yg biasanya ujung2nya kalo pulang kita kasih amplop. Teman2 sekantor agak kurang respek, “Ngapain pak, koq polisi pake suka di amplopin, dia khan dah dapat gaji dari polsek”. Memang benar, tapi coba periksa tulisan saya berikut ini. Selain gak seberapa seech,, cuman cepek, polisi bagian intel punya nasib yg cukup miris.


Citra buruk polisi sudah begitu melekat di masyarakat, terutama urusan lantas (lalu-lintas). Ini lain saudara. Lantas adalah divisi paling cemen dari satuan polisi di Indo dibanding intel. Jika anda nonton buser, itu hanya bagian yg terekam. Bagian tak terekamnya sungguh tragis. Melalui polisi2 yg suka pada datang ke tempat kami, cerita penyergapan lebih menakutkan daripada film2 detektif.


Kemarin saja kawannya Intel Syaiful ada yg terbunuh oleh penjahat. Saya menanyakan bagaimana hukuman penjahat pembunuh polisi. Dia bilang kena 3 tahun (menurut saya ini luar biasa singkat), itupun belum potong tahanan. Saya jelasin ke Intel Syaiful bahwa kalau di LN (Amrik), pembunuh polisi kena hukuman seumur hidup. Itulah salah satu instrumen hukum sana melindung aparatnya.


Cerita Syaiful pun berlanjut dengan gaji dan mirisnya nasib seorang polisis intel yg sama sekali berbeda dengan polantas. Pol-intel sering bersabung nyawa, sering terlibat baku tembak, belum lagi resiko terbunuh saat penyamaran untuk kasus2 narkoba. Bentrok dengan demo mahasiswa, atawa bentrok dengan demo2 kaum gamis putih dan aksi anarkisnya.


Saya bukan mengagungkan hukum di Amrik sana, tapi sungguh saya melecehkan hukum disini, yg tak bisa melindungi aparat penegak hukumnya. Penjahat pembunuh polisi hanya di hukum 3 tahun (yg setelah potong tahan bisa kurang dari 1 ½ tahun kalau dia punya uang). Mahasiswa yg luka menjadi berita heboh, pers menggambarkannya bagai seorang anak lugu yg teraniaya polisi, sedang bentrok dengan masa gamis putih lebih parah lagi, bukan hanya pers, polisi mundur teratur dari amuk masa dan garangnya kaum mainstream.


Hari ini, jenggot lebih ditakuti dari pada pistol.
Sorban lebih berwibawa daripada pangkat.
Dan gamis putih lebih ditakuti daripada seragam aparat.


Ini bukan saja karena aparatnya yg bobrok, tetapi masyarakatnya juga sudah terlalu bodoh. Inilah yg dinamakan masyarakat Jahiliah. Jahiliah artinya bodoh. Tunduknya kepada para Ahli Kitab dan Ahli agama, bukan kepada Ahli Hukum. Masyarakatnya membentuk sebuah Dewan, Dewan yg merumuskan hukum. Hukum itu adalah hukum yg melecehkan aparat penegaknya, membela para perumus Fatwa.


Sungguh aneh hukum agama, sebuah kesalahan bukan mendapat sangsi hukum, melainkan hanya menjadi catatan dosa. Catatan itu hanya akan mendapat hukuman di sono, dan di sono. Di bakar, disate, disetrika pake setrika segede mobil, dan gambaran2 halusinasi lainnya. Seolah halusinasi bisa membuat orang takut dan mengurungkan niat jahatnya.


Sungguh, demi Yg menciptakan langit dan bumi, tidak demikian. Kalau kata abege, dosa gak bejendol. Halusinasi tidak membuat semua orang takut. Hanya beberapa saja, yakni bagi yg percaya. Bagi yg lain, ada yg ½ percaya, 1/3 percaya, atau 1/1000 percaya. Halusinasi neraka tak dapat memberikan solusi untuk memerangi kejahatan. Hukum yg tegas yg dapat menekan angka itu dan mengatur hidup manusia dibumi.


Salam
aca

Tidak ada komentar: