Kamis, 01 Januari 2009

marah (901)

Dear Bloggers,

Marah, adalah sebuah gambar, bentuk, lukisan dari sebuah wajah dalam ekspresi tertentu. Didalam kemarahan, tersimpan energi yg meletup-letup, yg menyebabkan muka kita jadi jelek banget. Marah, sebuah ekspresi emosi yg umum yg siapapun punya.

Marah yg umum adalah ketika keinginan tak sesuai dengan harapan. Kesanggupan yg terbatas yg menyebabkan ketidak berdayaan. Jalan keluar tak ada. Hingga akhirnya hanya bisa memendam kemarahan. Kalau sudah ke ubun-ubun bisa jadi dengki. Ini adalah marah umum yg tidak terlalu berat masalahnya.

Ada marah lain yg lebih celaka,., ketika ada faktor lain yakni perasaan ke-AKU-an. Orang jadi marah bila menyangkut harga diri, martabat diri, atau nama baik. Pembelaannya bisa sampai kepada urusan sia-sia. Apa yg dibelanyapun tidaklah jelas, kecuali menyangkut dirinya, padahal orang lain belum tentu ada urusannya dengan dia.

Satu contoh saja urusan nyetir mobil. Banyak sekali hal yg bisa menyebabkan kita marah dijalan, kesal, bahkan sampai mengumpat, “GOBLOG LU !”. Padahal, mobil lecetpun tidak. Orang itu kenal dengan kita pun tidak. Seandainya kita hentikan orang itu kemudian kita jelaskan bahwa dia yg salah,., trus.. apa untungnya ?! Apa dia akan berubah menjadi baik setelah kita maki2 dan kita omeli ?! tentu tidak.

Tapi memang aneh sekali urusan berkendaraan. Jika ada pengendara lain yg motong jalan kita atau karena kebodohannya menyebabkan kita manuver hampir nabrak, selalu saja menggelitik emosi. Rasanya pingin keluar mobil, nyetop trus maki2. Padahal,., menurut dia – bisa jadi kita yg salah. Apakah anda yakin anda tidak pernah salah dalam mengemudi ?!

Pengemudi angkot misalnya. Betapa sering bikin gemez dan marah. Saya pernah berfikir bahwa test untuk pengemudi angkot kebalikan dari biasanya. Kalau punya ijazah es-de diterima jadi supir angkot. Kalau pinteran dikit misalnya punya ijazah es-em-pe keatas tidak akan diterima. Itulah sebabnya mereka berhenti disebarang tempat bahkan cenderung ke tengah jalan. Nach,, ternyata dugaan saya keliru. Banyak supir angkot yg sarjana sekalipun. Dan saya fikir andainya saya yg jadi supir angkot, pasti akan melakukan hal yg sama. Melambat dimana ada penumpang potensial padat. Ini bukan salah angkot, melainkan sistem penataan lalulintasnya yg memang sudah salah.

Demikian juga dengan hal2 yg menyangkut prinsip. Ketika ada yg menyentuh prinsip kita, pasti gemez campur sebel. Gak tau dech kalo yg udah di-ubun2, udah bukan sebel lagi kayaknya. Semua ini terjadi adalah karena kita ingin diakui keberadaannya. Itulah prinsip2 yg tidak murni. Maksudnya tidak murni bercampur dengan prinsip ke-AKU-an. Jadinya emosi. Padahal, seandainya kita perhatikan lebih objektif, prinsip tidak perlu dibela, karen ia akan membela dirinya sendiri. Dalam artian sampaikan saja kaidah2 prinsip itu sendiri. Siapa yg salah jalan, entar juga keliatan. Abis keliatan trus gak ngakuin sekalipun,., apa hak kita marah kepada dia ?!

Inilah yg saya sebut sebagai prinsip yg tidak murni. Prinsip yg bercampur dengan ke-AKU-an. Kelihatannya sepele, namun luar biasa menjerumuskan.

Penolakan dan bantahan pasti ada. File2 fondasi yg bersemayam di alam bawah sadar pasti langsung bekerja seketika (baca : identitas – red). Biarkan saja file itu bekerja, toh nantinya akan kelihatan, file mana yg sebenarnya dusta. Seandainya tidak murni, keburu terjebak dengan ke-AKU-an,.,. boro2 bisa nerima kesalahan dari pengemudi lain, yg ada dimata kita pokoknya doi salaaaah aja. Nach,., inilah yg saya maksud dengan menjerumuskan.

Jebakan ke-AKU-an inilah yg sebenarnya keburu memerangkap para Ahli Kitab. Dikarenakan pengetahuannya tentang Kitab yg mereka yakini, sehingga ketika tiba2 saja datang sesuatu yg baru (yg sebenarnya baheula pisan) hanya menimbulkan resistensi dan anti klimaks. Baik Ahli Kitab Quraisy di jaman Nabi Muhammad atau Ahli Kitab di jaman Fir’aun sama kejadiannya, keburu terjebak dengan ke-AKU-an.

Sedemikian marahnya mereka hingga berujung pengusiran. Muhammad hengkang dari tanah Mekkah seperti halnya Musa hengkang dari tanah Mesir. Ini adalah proses yg lumrah, proses tradisi sejarah.

Didalam dakwah, sedikit saja ada kemarahan, sedikit saja ada emosi pribadi, berarti kita sudah tidak murni lagi. Biarkan saja orang banyak memaki kita, karena itulah dakwah. Jika kita marah, berarti yg marah adalah diri kita. Ketahuilah saudara, bahwa kita tidak punya kuasa apapun untuk mengajak seseorang menjadi mengerti ataupun tidak. Bukan urusan kita dia bisa faham atau menolak. Wewenang kita hanya sebatas menyampaikan. Bahasa Qur’an nya memberi peringatan.


Salam
aca
www.sistemintegral.blogspot.com

3 komentar:

Gesti Adnan mengatakan...

Komennya masuk gak ya?

Qordon mengatakan...

saya juga masuk kan?

Unknown mengatakan...

ih kok ngomongnya pada gituan ...